Jumat, 23 Juli 2010

Cerpen

TANGISAN PAGI
Pagi itu mentari di setiap sudut-sudut pagi. Namun pagi yang cerah tak senada dengan kehidupan setiap orang yang menjadi lakon di dalamnya. Hari itu Tiara digeluti sedih. Pikirannya kalut dengan beban. Langkahnya berat menghampiri jendela kamar, senyum ceria menyambut pagi tak tersungging lagi. Mata Tiara menerawang menembus suasana fajar, memandang jauh ke depan tanpa berkedip sedikitpun. Entah apa yang dilihatnya. Tampak dia terbawa pada Samudera khayal yang tiada batas.
Tiara melukiskan kembali memorian, memintal benang-benang kasih dalam kisah pikiran belaka. Masa bahagia itu telah berlalu.
Lamunannya buyar, dia kembali menghempaskan langkah penuh beban itu menghampiri taman maya yang selalu saja menjadi saksi bisu setiap celoteh suka dukanya. Teman yang ikut senang dalam bahagia dan ikut menangis jika mimik Tiara nangis. Teman yang selalu siap dan selalu ada.
Air mata Tiara pun berderaian, dia sudah tidak mampu membendung segala penat itu.
"apakah laki-laki fddi jagasd ini seperti itu?" tanya Tiara pada bayangan yang ada didepannya.
Tak ada jawab. Tak ada lagi yang bisa meleraikan. Dia hanya bisa meledakkan tangis di depan cermin bisu itu.
kehilangan sosok yang terhitung baru dikenal namun telah banyak menyita ruang pada hatinya. Dia baru saja ditinggal cinta pertama, pacar pertama dengan alasan yang tidak dapat diterimanya.
Tuhan....
Dimanakah muara bahagia untukku, apakah jalan hidupku di dunia ini hanyalah kesedihan?
Tanya dalam hati Tiara seiring cucuran air mata di pagi yang cerah. teman maya dibalik cerminnya hanya bisa mengikuti kesedihannya. wajar dan hanya itulah yang dilakukan Tiara dalam merenungi setiap pahit yang digariskan untuknya. Tiara terlahir tanpa seorang ayah, betapa dia merasa beda dengan teman-temannya.
"Tuhan tidak adil padaku" celotehnya dalam sedih.
ketika dia dalam kandungan bunda tersayang, ayah yang seharusnya menjadi sosok kebanggaan keluarga mencampakkan bundanya. Sampai Tiara lahir, dia besar dengan kasih sayang bunda yang tiada lekang sepanjang masa. Tiara selalu bertanya-tanya tentang sosok ayah. Tak ada yang ingin bercerita.
tapi tak selamanya kisah itu terkubur. ketika Tiara menginjakkan kaki di kelas perkuliahan, sejak itulah dia mulai tahu seluk beluk cerita pahit. Bukan dari saudaranya, bunda, maupun keluarganya tapi hanya dari omongan orang.
"ini begitu perih, Tuhan.........." keluhan Tiara.
Orang yang meninggal waktu itu. sosok yang selalu ingin ditangisinya dengan rasa rindu dan sayang.ayah yang ingin dikenalnya.Ayah yang selalu mengisi setiap doa Tiara . yang selalu disoakannya ternyata sosok yang melubangi bahagia bergelut menjadi sedih. ketika bahagia dirajut dan semangat untuk membuktikan pada dunia bahwa ia kuat. di kala itu semua masalah mencuak. Tiara kini tahu seluk beluk masa lalu yang begitu pahit.
ayah yang ingin dibanggakan ternyata pergi demi bahagianya dengan tante itu.
rindu dan sayang untuk ayahanda tercinta terkikis. bahkan bergulir menjadi rasa benci dan rasa yang tidak bisa menerima takdir.
"aku beda dengan saudara-saudaraku. mereka pernah merasakan hangat kasih sayang ayah sementara aku tidak beruntung. ayahku pergi dengan tante itu saat aku siap untuk melihat dunia dan saat usiaku melai mencari sosok ayah yang menyakitkan itu. dia pergi dan tak akan kembali dan yang lebih menyakitkan lagi ternyata aku punya saudara yang usianya hampir sama denganku". demikianlah celoteh Tiara terhadap bayangan maya yang didepannya.
Jemari lembutnya menghampiri pipi basahnya. Isak tangisnya mulai tertahan.
ayah dan sosok laki-laki mantan pacarnya telah menyakiti perasaan Tiara.
"Sampai detik ini aku beranggapan bahwa laki-laki jahat kecuali suatu saat ada yang bisa meyakinkanku akan ketidakbenaran itu, maka anggapan itu akan kukubur!"tegasnya pada dirinya sendiri.
Dia menghela napas panjang. Setelah merapikan muka sedihnya di pagi itu. dia pun menghidupkan kembali semangat untuk melanjutkan kesehariannya.

*pernah di muat di Buletin LPM Estetika FBS UNM