Sabtu, 03 November 2012

Pedang ala Lisan

Kembali pada episode yang sempat hilang dari alur, kembali melihat pelataran kehidupan yang pernah pupus dari kertas kisah yang telah dipersiapkan. Episode itu kembali bergelut lewat untaian kata. Episode itu akan terkiprah kembali.

Kata
Kata apa yang terucap lewat bibir tipis itu. Pedang tajam yang berwujud kata. Sewaktu-waktu menancap dan menyakiti. sewaktu-waktu bisa terkepakkan dan melukai. Sewaktu-waktu pula bisa menikam dan mematikan. Bukan pedang biasa, ternyata juga mengandung bisa yang dapat menjalari seluruh tubuh hingga mematikan hingga tak berdaya sekalipun. Pedang, pedang milik seorang yang lalai menata hati. Tampak santai berucap tanpa memerankan hati dan pikir. Enyah apa pula ketika itu adalah adab yang tak asing melekat pada dirinya. Pagi itu, pagi yang cerah. langit tampak tak berawan, langit tampak meronakan mentari  yang menyapa bumi dengan senyum. Terpaan yang membawa takjub, takjub yang tak terduga bagi setiap penghuni bumi yang indah. Betapa indah ketika berpadu dengan semangat pagi semangat insan yang bergelut di sana.

Ada hal yang indah dibalik hari yang dilewati, tapi secuil badai terkadang menyapa dengan sengit. Menggoda dengan indah tapi bisa mengarahkan menghampiri badai yang semakin berbahaya. Kini, ada langkah yang tak senada dengan amarah. Amarah tampak menguasai langkah, menjalari kaki hingga impuls semakin cepat melenggang, menyampaikan perintah pada slah sebuah ketikang diri untuk membentak. Kaki, tangan, badan, kepala, mulut. diawali mulut yang menarikan  amarah tak terduga.

Datang sebuah pesan dari amarah dan menyelimuti hati dengan kelam, datang sebuah kode yang mengisyaratkan egois tuk mencuak, dan ada isyarat yang hitam pekat. darah pun merahnya yang jernih pudah alirannya dikuasai godaan-godaan yang membarakan ego. Mood berubah tak karuan hingga membuncah kalimat. Kalimat yang membuat lawan tutur itu kaget tak mengerti betapa bertanduknya dirimu yang menghampiri dengan pedang hendak membunuh. Membuncah, sesak apa pula yang menimpa bukan takut, bukan pula sesuatu yang membuat harus menghindar. Ini adalah sebuah ketidaksangkaan yang bergelut lewat pikir, perasaan, dan perbuatan. Betapa serigalanya dibalik jinak yang kuteropong. Kaget, ingin memberi isyarat sekelilingmu tuk menghindar. Sempat shok, ingin menyelamatkan dia yang ada disekitarmu. Dan timbul kasihan, kasihan karena kau kalah karena keganasan itu. Belum kuhadapi pun kau telah jatuh.

Dapati serangan pedangmu dengan berbagai cara dan upaya tapi tetap ku berdiri kokoh, kokoh karena sesuatunya itu membawakan kemenangan pada diri ini. Hati-hati dengan pedangmu, hati-hati karena pedang itu justru bisa melukaimu.. melukaimu..menyakitimu...



*inspirasi yang kuintip ketika sedang bergurau pada bintang dan bulan. Sedang bermain dengan kata-kata.