Jumat, 14 Maret 2014

Babak Aku Ingin Tahu

Dimikian masa kulewati dengan tersenyum melihat bunga bermekaran, bintang gemerlapan, dan anak-anak berkejar-kejaran. Dunia pada salah satu sisi yang membuatku selalu tersenyum. Sampai pada sebuah titik yang membuatku ingin tahu. Aku mulai dapati hari dari sisi kalut.
Kian hari kisah  kian kalut. Aku mulai merangkai alibi-alibi yang selama ini takkudapatkan. Aku bahkan mulai mendapatkan titik terang yang menghilangkan segala anggapanku selama ini terhadap pangeran kesiangan yang selalu membuatku bangga. Perkataanku tempo hari pada temanku “ada sisi lain pada dirinya yang tak bisa kudapatkan dari siapa pun” seolah setelah saya mengucapkan kata-kata itu keadaan mulai bergeser karena tak kudapatkan lagi yang kucari, tak kutemukan lagi kesungguhan kata-kata itu. Aku mulai bingung sebenarnya kisah ini adalah kisah apa? Kisah violet pun telah bergeser akan kusebut sebagai Sembilan matahari juga telah meninggalkan konflik semua. Atau apakah ini lembaran baru dengan judul baru. Aku masih berpikir sejenak pada diriku sendiri. Tak mengerti dengan semua kata dan tingkah yang selama ini.
Sebenarnya buat apa kata melindungiku itu jika sebenarnya hanya sekadar kata yang malah menusuk? Sebenarnya apa maksud dari definisi yang kau berikan padaku tentang apa yang sebennarnya?
Tantang aku dengan berani! Aku mulai muak dengan keadaan yang mempermainkan dirinya sendiri. Entah alasan apa yang dapat menjawab segala ini. Jawaban apa sebenarnya yang pantas untuk mendeskripsikan tentang semua yang tidak pernah kuketahui. Tentang semua cerita yang ke sana ke mari tertiup badai. Entah dusta atau ini adalah sesuatu yang sebenarnya melenakan atau malah sesuatu yang membuat kau mabuk hingga mata angin pun tak kau kenali. Akhirnya tersesat bukan?
Aku ingin berontak, tapi apa pula alasan yang bisa membuatku melakukannya. Aku ingin pula banyak tahu, tapi siapa pula sebenarnya aku yang bahkan sudah tak bisa kau kenali dengan sorot. Dan terakhir aku ingin pergi dan menghilang, tapi dengan jelas kukatakan aku terlalu jauh masuk dan melangkah begitu jauh, pantang untuk melangkah mundur tuk menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya.
Ini sebenarnya adalah arus yang mnyeretku terlalu jauh hingga nyaris terperangkap dalam penjara. Selama ini aku diam, ternyata diam itu yang menyebabkan spekulasi berlanjut dan berlarut. Aku ingin pula berkata dengan sederhana, tapi ini adalah guratan rumit yang diciptakan oleh kau yang kukenal begitu sederhana.
Selama ini aku tak berkata karena kuberpikir diam adalah intan bagiku, tapi ternyata tidak. diamku tak akan jadi intan tanpa kebenaran. Selama ini aku hanya membaca semua yang tak berkenang itu dari sosok dia yang hadir karena kau dengan menelan ludahku dengan sabar karena anggapan bahwa sesungguhnya yang tak terkenang itu bukan daku, jadi buat apa saya merasakan demikian? Selama ini aku melihat ketidaktimpangan yang kau tabur disebanjang tamanku yang indah, tapi aku hanya diam. Kupikir benih itu akan tumbuh dan bermekaran nantinya, tapi ternyata tidak karena sebenarnya itu adalah tanaman yang malah mengganggu bermekarannya bunga-bungaku.
Aku kembali pada alasan kesabaranku untuk tak mencuakkan tumpukan atau bongkahan ketidaknyamananku terhadap alur yang begitu lancang menyeretku dengan arus yang tak pernah tenang. Alur ini selalu beriak. Sabarku ternyata kembali diuji.
Aku kini ada dengan suaraku untuk kebenaran, aku kini hadir dengan kataku yang pernah tertahan dalam lubuk sabarku.

*bersambung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar