Jumat, 14 Maret 2014

Ternyata Dia Superzero bukan Superhero

Duka kehilanngan mulai membuncah, tetapi alur mulai berubah dari sketsa sebelumnya. Aku tak pernah menduga ini sebelumnya. Awalnya kuanggap dia akan tetap menjadi pangeranku. Meskipun hanya pangeran kesiangan dugaanku dia akan tetap bertengger dihatiku. Semua itu hipotesis yang tak dapat kubuktikan kebenarannya karena nyatanya aku telah mengimajinasikan kisah baru dari semua ini. Tidak hanya tersuruk dan kerap mendapat bayangan darinya. Dia dengan  peran pangeran yang melekat dikepalaku bergeser menjadi antagonis yang tak akan kuceritakan di ending pengisahanku dan kehidupanku. Kerajaan yang kubayangkan semulanya yang menghadirkan diriku sebagai ratunya dan dia sebagai rajanya cukup sampai di sini. Cukup sampai pada penjejalan tak berlanjut ini. Berujung pada ketidakpercayaan yang mengakar. Berakhir dengan pengingkaran atas semua janji yang pernah terucap. Tamat bersama cerita yang tak sempat kuselesaikan. Terjawab tanpa jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Diam tanpa kata seolah mempermudah semua itu. Alas an tanpa pembelaan atas tuduhan membuat kesatnya jalan yang ditempuh menjadi sangat licin. Demikian pula dengan kata-kata yang kuharap membuatku tuk tetap bertahan pada alurnya yang tak kunjung terucap. Hingga satu pilihan tepat dan pasti aku harus menenggelamkan pulau yang kubangun dengan khayalan yang berending kebahagiaan.
Semua berawal dari terkuaknya pribadi pangeran  kesiangan  yang mempunyai komitmen bercabang. Berawal dari kemelut berkepanjangan yang tidak disikapi dengan bijak olehnya. Hanya beratapkan kepasrahan hingga menyebabkan serangan-serangan meteor semakin mematikan rasa yang ada dan terkiprah. Hanya menggunakan media daun kering untuk melukis namaku dan namanya sehingga sekali kepercayaanku rusak tak bisa kembali. Layaknya daun kering tempat menuliskan nama kami berdua itu adalah kertasnya, dan kepercayaan itu adalah kertas itu. Sekali di genggam hingga kertasnya lusuh, kertas tersebut tak akan mungkin bisa kembali seperti semula. Tak akan rapi seperti semula. Tak akan kembali pula sama persis keadaan sebelumnya. Apalagi ini dia hanya menulis namaku dan namanya di atas daun kering sehingga sekali genggam, bukan hanya lusuh yang menjadi akibatnya. Daun kering telah terberai dan hancur hingga namaku dan namanya tak akan mungkin bisa dirangkai kembali. Semua itu hanya bisa dikenang. Itu pun hanya kemungkinan kecil yang bisa terjadi. Dia bukan lagi superheroku. Dia telah menjelma menjadi superzero setelah mengenal putri antagonis dari negeri seberang. Semua keadaan sekarang berbanding terbalik dengan keadaan sebelumnya yang pernah kualami. Dia yang sekarang bukan lagi dia yang ku kenal dulu. Senyumnya yang dulu menjadi semakin kaku. Tatapannya yang awalnya begitu tajam tanpak hampa tanpa makna apa pun. Hadirnya yang tak ingin melihatku mengeluarkan butir bening dari kedua mata iini dia ingkari. Dia selalu membuatku mengalirkan butir bening pada kedua mataku tanpa ada keinginan untuk menyekaku. Kata maaf yang selalu dipinta ketika secuil salah dia lakukankan padaku tak ada lagi. Dia sama sekali kehilangan kata-kata itu. Dia seakan kehilangan jiwa bijak yang melekat pada dirinya. Langkahnya yang senantiasa mendekatiku tak lagi dia lakukan. Langkah itu semakin menjauh dan ingin pergi dariku. Dia tak lagi mengingatkanku untuk impian-impian yang belum kugapai, dia sama sekali tak memberiku semangat untuk hal-hal yang membuatku jatuh, dia juga tak lagi bias menypkongku ketika erjatuh. Dan yang lebih mengusirku dari sisinya dia tak lagi mencintaiku.
Setiap kata-katanya yang pernah dia lisankan dan terdengar telinga ini berbanding terbalik dengan yang dia lakukan kini. Setiap tulisannya tentangku yang pernah kubaca tidak lagi menunjukkan realita. Kini hanyalah bfiktif belaka.
  
Ini sungguh tidak adil bagiku, dia kembali dengan maksud yang berkedok. Dia memintaku untuk membantunya melakukan hal itu lagi. Memintaku unntuk mengerjakan segala tentang kebutuhan akademiknya. Ini sungguh lucu. Kemana jawaban dan peredam yang membuatku untuk meredam amarahku dan membalut lukaku ketika luka? Kamu hanya diam kan. Hanya mempertahankan kekasih antagonism itu akan mengantarmu pada pintu kehancuran. Dia sama sekali tidak pernah mengerti, tidak pernah memahami hakikat pengorbanan nyang sebenarnya.
Kembali untuk cerita yang sekian dan babak sekian saat kau datang padaku karena alasan telah berpisah dengannya. Lagi-lagi hatiku ditambah kalut dan menemukan penilaian yang begitu sadis tentang kekasih yang selalu membuatmu berbohong padaku. Kali ini dia kembali mengusikku. Mengusikku dengan kata-kata yang lukanya tak terkira. Kau memang tak tahu dan tak pernah tahu, karena dari awal memang tak pernah kau mengerti dan kau pahami. Yang ada hanya pikiran egoismu aku dan dia. Serta perasaan egoismu yang menyimpan namanya serta menyisakan pula sedikit ruang untuk namaku yang pernah memenuhinya. Mungkin kelak malah akan hilang atau tak ada lagi namaku di sana. Miris, entah apa yang akan kutuliskan nantinya jika itu benar-benar terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar